Tuesday, September 29, 2020

(Tidak Pernah) Kapok Main Saham Gorengan

Goreng Saham

Mendengar kata "saham gorengan", apa yang terlintas di pikiran anda? Disukai ataupun tidak, pasar berjalan sesuai dengan kaidah supply and demand. Saham gorengan ada karena ada demandnya. Costumer yang menyukai high gain/risk akan cenderung menyukai saham gorengan. Kita berinvestasi di pasar modal, tentunya ingin mendapatkan return yang besar dan juga cepat. Dan, "saham gorengan" merupakan salah satu bentuk supply untuk menjawab jenis demand yang ada tersebut. 


Jika secara prinsip, orang tidak menyukai saham gorengan, maka saham gorengan tidak akan banyak diperbincangkan. Supply pun akan turun secara sendirinya 

Saham gorengan ini gerakannya liar, kacau, tidak bisa ditebak. Saham yang tidur, dalam hitungan menit bisa langsung lompat kodok mencapai target ARA pada hari itu. Bisa jadi juga, saham yang tadinya ARA, pada waktu menjelang penutupan, dihajar hingga ARB.

Saham gorengan tidak untuk semua orang. Seperti dijelaskan pada paragraf pertama, saham gorengan ini ada karena permintaan terhadap saham ini ada. Jika banyak yang meminta saham dengan fundamental yang bagus, tentunya permintaan terhadap saham gorengan akan menurun. Namun tentunya hal ini akan sangat sulit untuk dilakukan karena orang terjun ke pasar modal tentunya ingin mendapatkan gain semaksimal mungkin. 

Ketika terjun ke pasar modal, kita harus bersikap realistis. Semua yang masuk ke pasar modal pasti pernah merasakan untung ataupun rugi. Apapun hasilnya itu adalah bukti bahwa kita telah mencoba. Jikapun rugi, berarti ada sesuatu yang perlu diperbaiki dari metode trading kita. Pergerakan harga saham di pasar modal bukanlah sesuatu yang bisa kita kontrol. Tetapi, tidak semua orang bisa menerima kenyataan bahwa mereka telah "rugi" tersebut secara realistis. 

Tidak semua orang bisa lepas dari bayangan kejadian loss yang terjadi pada masa lampau. Hal inilah yang menjadi beban ketika akan memulai trading selanjutnya. Kita menjadi sangat berat untuk mencoba kembali masuk di pasar modal. Kegagalan masa lalu telah menghapus rasa kepercayaan diri kita dan menjadi limiting belief bahwa kita tidak mampu sukses di pasar modal. Jika hal ini terjadi, seberapa banyak teori yang kita gunakan, akan menjadi percuma karena kita tidak memiliki keberanian untuk mengaplikasikannya. Malah, semakin banyak teori, bisa jadi semakin menimbulkan keraguan.

Barangkali, anda pernah loss pada saham gorengan. Anda salahkan saham gorengan, bukan karena metode trading anda di saham gorengan. Padahal, sudah jelas, high reward-high risk. Eksekusi di saham gorengan harus cepat karena gerakannya liar, kacau, tidak bisa diprediksi. Anda membenci saham gorengan karena pernah rugi, dikecewakan. Bukan dari hal yang bersifat prinsip ataupun karena metode yang anda terapkan kurang cocok.

Masuk ke pasar modal dan berharap return yang besar itu tidak salah. Tetapi, jika memulai dari dasar dan ingin langsung berada di puncak dengan meraih gain setinggi-tingginya, maka itu adalah sesuatu hal yang sangat sulit. Perlu dorongan yang besar dan kebanyakan berakhir dengan tidak menyenangkan. Maka dari itu, harus dimulai dari hal yang bersifat kecil. Hal yang biasa lebih baik daripada tidak ada sama sekali. Dari yang biasa, bisa nanti kita jadikan yang luar biasa. 

Jadi, kitalah yang menjadikan hal yang luar biasa tersebut. Tidak peduli sebanyak apapun modal kita, jika kita tidak mampu mengelolanya maka akan habis pula. Masuk ke saham gorengan karena ingin cepat kaya, tanpa mempelajari risk-reward dengan baik, pada akhirnya hanya akan membawa kerugian.

PS: Tidak usah masuk saham gorengan.

Sunday, September 27, 2020

Atur Ulang Sikap dengan Lebih Baik Ketika Nyangkut di Saham

Ketika kita nyangkut di saham, otomatis menggambarkan bahwa analisa kita salah terhadap prediksi saham tersebut di masa depan. Mimin kasih contoh saham $TLKM.   

Konsolidasi saham $TLKM

19 Juli 2020, prediksi mengenai harga $TLKM telah mimin buat. Jika dilihat dari pembentukan harga ketika itu, $TLKM memiliki pola descending triangle. Emiten ini berada dalam fase konsolidasi atau antisipasi. Harga $TLKM ketika itu masih di 3060. 

Hal yang menarik adalah poling dari prediksi tersebut menunjukkan hampir 50:50. 54% berharap harga $TLKM turun, sedangkan 46% berharap harga $TLKM naik. Sebagian besar waktu, market akan berada dalam fase konsolidasi. Perbandingannya antara 70% berada dalam fase konsolidasi dan 30% berada dalam fase tren. 

Mengambil posisi pada waktu konsolidasi dianggap lebih baik karena ketika lompat ke atas, maka akan mendapatkan gain yang tinggi dan menghindari false break-out ketika saham naik, apalagi di pasar yang sedang tren turun. 

Nah, persoalannya adalah ketika prediksi kita salah. Ternyata saham malah turun. Per-hari ini (27 Sept 2020), harga $TLKM sudah menyentuh angka di bawah 2700 per lembar saham. 

Bagaimana mengatur ulang sikap anda ketika nyangkut di sebuah saham? Hal ini harus sobat lakukan karena anda sudah salah dalam menganalisa pergerakan harga.

Friday, September 25, 2020

Wyckoff Method - Akumulasi

Pada bahasan sebelumnya, mimin telah jelaskan mengenai metode Wyckoff untuk menandai sebuah fase distribusi. Pada kesempatan kali ini, kita akan belajar mengenai metode Wyckoff untuk mengenali fase akumulasi.

Fase akumulasi adalah fase dimana terjadi proses pembelian yang dilakukan oleh market maker, relatif pada harga bawah, dimana pada akhir fase nanti akan mengakibatkan kenaikan harga. Mari lihat grafik dibawah untuk mengenali metode Wyckoff pada fase akumulasi. 
Metode Wyckoff - Anatomi Akumulasi

Pada grafik diatas dapat diketahui struktur anatomi akumulasi berdasarkan metode Wyckoff. Dapat diketahui bahwa ada lima fase untuk menentukan bahwa sebuah emiten masuk dalam fase akumulasi oleh market maker

Mari kita kupas satu-persatu anatomi fase akumulasi berdasarkan metode Wyckoff:

Fase A ==> Stopping Trend

Fase akumulasi dimulai dengan berakhirnya tren penurunan harga. Ditandai dengan terbentuknya preliminary support (PS) dan dilanjutkan dengan adanya selling climax (SC). Jika dilihat dari grafik, SC kadang ditunjukkan dengan spread yang lebar dan volume yang tinggi. Ini menunjukkan bahwa ada ketertarikan dari market maker untuk menampung emiten tersebut. Ketika tekanan jual yang sangat tinggi telah terpenuhi, maka akan dilanjutkan dengan adanya automatic rally (AR), yakni masuknya demand ke dalam sebuah emiten dan dilanjutkan dengan secondary test (ST). ST bertujuan untuk mengecek tekanan jual dengan cara menurunkan harga pada titik sedikit di atas/ sama dengan SC.

Disini kita sudah bisa mulai menarik garis untuk menentukan trading range (TR).  

Pada fase re-akumulasi, yakni akumulasi yang terjadi pada fase up-trend, point PS, SC dan juga ST tidak seberapa kentara. Namun, adanya re-akumulasi masih bisa dilihat dari fase B-E dengan sedikit perbedaan, yakni durasi dan trading range (TR) yang pendek, jika dibandingkan dengan akumulasi yang terjadi pada fase downtrend. 

Fase B ==> Market Test (Anticipation)

Ketika sudah masuk ke dalam TR, market masuk ke dalam sebuah masa antisipasi. Harga mudah sekali berayun melebihi dari TR yang dibuat di fase A. Hal ini untuk mengecek adanya supply dan demand yang masih bersisa. Maka dari itu, fase ini memerlukan waktu yang lama untuk bisa menuju ke fase selanjutnya. Overall, terjadi proses net pembelian dari emiten tersebut. 

Fase C ==> Strength

Proses upswing dan downswing ini pada akhirnya akan mencapai titik kesetimbangan di dalam TR, dimana harga akan tertahan dengan spread yang tidak terlalu lebar. Untuk memvalidasi bahwa sebuah emiten siap untuk dimark-up ke harga yang lebih tinggi, maka harga akan dibawa ke support atau bahkan lebih dalam lagi untuk mengecek adanya supply tersisa. Orang bisa berpikir bahwa fase downtreand akan berlangsung kembali dan menjual emiten yang dia miliki. Namun, nyatanya, ini adalah tanda mulainya sebuah uptrend.  Inilah yang disebut sebagai "Shake-Out". Supaya berhasil, maka pada point ini harus disertai dengan volume yang kecil dan biasanya disertai spread yang juga pendek. Indikasi yang bagus bahwa market test ini berhasil adalah adanya sign of strength (SOS) yang terjadi setelah shake-out, yakni naiknya harga dengan spread dan volume yang relatif lebih tinggi.

Fase D ==> Market test (Begin of Uptrend) 

Paling kentara fase ini ditunjukkan dengan peristiwa "Break-out". Yakni, menembus TR dengan spread dan volume yang tinggi. Yang sebelumnya resistan akan menjadi support yang baru. Setelah "break-out", akan  terjadi market test lagi yakni harga akan pull back ke arah support yang baru tersebut. Ini bertujuan untuk mengecek reaksi market. Jika pada saat pull back volume dan spread mengecil. Maka uptrend akan mulai terjadi.

Fase E ==> Mark-up

Harga emiten naik dan market maker mendistribusikan barang yang ia miliki.

Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat. Salam.

Popular Posts