Sunday, April 12, 2020

Wyckoff Method - Distribusi

Pada kesempatan kali ini, mimin akan menerangkan metode Wyckoff untuk menjelaskan mengenai pola distribusi pada sebuah saham. Metode Wyckoff ini bertumpu pada analisa volume transaksi dan spread yang timbul dari transaksi tersebut. Maka dari itu, untuk bisa mempelajari anatomi distribusi dengan metode Wyckoff, Sobat Investor harus mengetahui terlebih dahulu mengenai volume spread analysis (VSA). 

Menurut metode Wyckoff, terdapat dua anatomi distribusi: 
1) Distribusi tanpa tipuan 
2) Distribusi dengan tipuan

1) Distribusi Tanpa Tipuan

Mari tengok schematic berikut:

Anatomi distribusi Wyckoff tanpa tipuan
Ada lima fase dalam anatomi distribusi tersebut: A hingga E. Terdapat juga beberapa macam istilah untuk menggambarkan tanda-tanda sebuah distribusi dimulai.Fase A hingga E merupakan tahap konsolidasi sebelum sebuah emiten kembali melanjutkan trendnya kembali, entah continue atau reversal. Fase A hingga E disebut sebagai trading range

Mari kita kupas beberapa istilah yang ada dalam fase tersebut:

Fase A ==> Stopping trend
- PSY (Preliminary Supply) ==> Titik awal dimana supply mengalahkan demand. Di titik ini timbul resistansi harga untuk beranjak naik.  
- BC (Buying Climax) ==> Titik puncak dimana terjadi overbought, yakni para bandar menjual secara besar-besaran saham yang mereka miliki. Sehingga harga saham kembali turun setelah rally.
- AR (Automatic Reaction) ==> Supply yang mengalahkan demand akan mencapai titik keseimbangan. Dimana, pada titik ini akan menjadi dasar dari trading range. Dilanjut, kenaikan sebagai reaksi untuk mengetest kembali apakah supply masih ada. Biasa kita sebut ada yang "take profit".

Fase B ==> Market test (end of uptrend)
- ST (Secondary test) ==> Reaksi market untuk mengetest area buying climax. Jika puncak telah terkonfirmasi, maka supply akan mengalahkan demand. Pada saat market melakukan test, volume dan spread akan menurun pada area test.

Fase C ==> Weakness
- SOW (Sign of Weakness) ==> Ketika reaksi untuk naik terkalahkan oleh gerakan menerobos support dari trading range. Pada gambar diatas, support digambarkan oleh garis bergelombang dan dianalogikan sebagai es (ICE). Jika es ditembus maka akan ada reaksi untuk naik. 
- LPSY (Last point of supply) ==> Jika es telah dijebol (note: support), maka akan terbentuk spread yang menipis yang menunjukkan market mengalami kesulitan untuk naik kembali. Volume yang ditunjukkan juga ringan. Pada LPSY inilah gelombang supply akan digelontorkan ke market sebelum masuk ke masa mark-down.

Fase D ==> Market Test (begin of downtrend)
Pada fase ini, support telah jebol, rally terjadi untuk naik kembali ke es yang saat ini telah menjadi resistance untuk mengecek demand. Pada fase inilah, gelombang terakhir dari supply masuk dan masuk fase mark-down.

Fase E ==> Mark-down

2) Distribusi dengan Tipuan  

Bentuk kedua dari pola distribusi. Silahkan simak gambar dibawah:

Anatomi distribusi Wyckoff dengan tipuan
Beda dengan sebelumnya adalah pada fase C:

Fase C ==> Weakness
UTAD (Upthrust after Distribution) ==> Setelah terjadinya SOW, emiten malah terbang untuk naik keatas. Disinilah test definitif terjadinya untuk menguji kekuatan demand. Bisa juga untuk mengelabui seolah-oleh trend berlanjut. Terkadang juga menembus hingga resistance dari trading range. Kenaikan biasanya tidak dengan dibarengi volume yang tinggi. Atau, jika dengan volume yang tinggi, cuma tertahan di pertengahan trading range. Jika kita melakukan "buy" pada UTAD dan menyangkan bahwa akan uptrend, maka kita sudah terjebak.

Pada bagian selanjutnya akan kita bahas mengenai anatomi trading Wyckoff untuk akumulasi.

Wednesday, April 8, 2020

Cara Monitor Saham yang Dibeli

Monitor Saham
Sobat Investor, sebenarnya mau berapa pun jumlah saham yang kalian punya itu bisa di-manage, asalkan duitnya ada. Salah satu sebab kenapa pegang saham jangan banyak-banyak adalah ketika terjadi crash, kecenderungan duit kalian habis untuk average down ataupun cut loss bisa sangat tinggi. Salah keduanya, terlalu banyak melakukan trade, margin keuntungan bisa berkurang karena fee dan tidak sepadan dengan resikonya. Kenapa tidak sepadan dengan resikonya? Karena ada momen-momen tunggu terhadap sebuah saham atau istilahnya fase konsolidasi untuk membuktikan bahwa dia konfirm penguatan atau pelemahan. Momen ini adalah krusial. Jika anda paksa masuk, anda akan menjadi pihak terlemah karena gampang terjadi swing pada posisi ini. 1,2 trade anda bisa lolos dan cuan. Namun ketika salah, modal anda bisa terkurung dalam sebuah saham. Dan, pilihannya adalah inject modal lagi atau cut loss. Bisa jadi setelah cut loss, saham malah naik. Nah untuk itulah perlu konfirmasi dari market, sebelum masuk. Tidak usah takut ketinggalan kereta. Ada ratusan saham di IHSG. Yang terpenting adalah menyiapkan modal dan masuk di waktu yang tepat.

Kembali lagi mengenai topik yang akan kita bahas, mengapa dan bagaimana memonitor saham yang dibeli?  

Monitor saham yang dibeli itu penting karena untuk menunjukkan kapan saya harus masuk, kapam saya harus out dan kapan saya harus average. Bagaimana caranya? 

Pertama yang harus dilakukan anda "keker" saham yang mau anda beli. Ketika masuk radar dan sinyal beli muncul, jangan ragu untuk beli. Jika ternyata turun, anda perlu belajar lagi kenapa metoda saya salah. Siap untuk cut loss atau average down. Tergantung saham yang anda beli, kalau gorengan ya buang, kalau fundamental bagus, ya siap untuk average down. Untuk tahu kapan posisi beli, salah satu caranya adalah metode fibo. Bisa dilihat pada tulisan berikut.

Kedua, 
Buat tabel list saham yang anda beli, bisa di excel atau di cloud. Kalau pakai excel, taruh flash disk. Jadi bisa dibawa kemana-mana jika misalkan anda harus pakai komputer. Kalau pake cloud, misalkan google drive, lebih mudah. Dimanapun anda berada, bisa monitor posisi anda dalam sebuah trade. Cuma butuh komputer dan sambungan internet.

Contoh item yang ada di dalam list tersebut adalah sebagaimana berikut.

Item list dalam tabel monitor saham

Code ==> Nama Emiten
Avg    ==>  Jumlah Average
Last     ==> Harga terakhir
Lot        ==> Jumlah saham yang dibeli

Empat informasi diatas adalah bisa didapat dari sistem online trading kamu. Kalau kamu pakai Mirae, bisa langsung ekstrak dalam bentuk excel. Jadi, setelah itu tinggal copi paste data yang kamu dapat. Selanjutnya adalah data yang digunakan untuk monitoring.

Gain/Loss ==> Pakai formula fungsi "if" di excel, jika nilai "last" melebihi "Avg" maka GAIN. Fungsinya adalah untuk memberitahu kamu apakah saat ini kamu berada dalam kondisi untung atau rugi.
Value ==> Jumlah modal yang kamu miliki. Nilai "Last" dikalikan dengan "Lot" kali "100".
Total In ==> Jumlah modal yang sudah kamu keluarkan. Nilai "Avg" dikalikan dengan "Lot" kali "100".
Gain/Loss  ==> Berapa jumlah untung rugi. Nilai "Value" dikurangi "Last".
% Loss  ==> Jumlah untung/ rugi. Nilai "Gain/Loss" dibagi dengan "Total in"
Setting  ==> Pivot point dimana kamu akan menengok tradingmu. Entah untuk cut loss, average dsb. Pada bagian ini, nilainya disambungkan dengan alarm trading anda. Dan, dua posisi harus diisi, batas bawah dan batas atas. Antisipasi ketika naik maupun turun.  
Trigger ==> Fungsi "if" untuk memberitahu ketika setting alarm tercapai. Hal ini sebagai pre-caution ketika alarm trading lupa untuk anda aktifkan. Nah, trigger ini diisi dengan kondisi, ketika nilai setting terpenuhi, maka akan menunjukkan "wording yang berbeda". Pada contoh diatas adalah sebagai berikut: =if(D4 < P4,"ALERT","KEEP") untuk setting "low".
Ketika kondisi tercapai, maka wording trigger akan berubah menjadi "ALERT". 

Tabel diatas bisa diupdate tiap pagi atau sore (satu hari sekali) atau seminggu sekali, tergantung dari cara trading anda. Tabel ini akan memberitahu anda akan tindakan yang akan dilakukan ketika pivot ter-trigger.

Selamat Mencoba

Tuesday, April 7, 2020

[Report] Average Down Untuk Keluar dari Nyangkut di Saham

Pada kesempatan kali ini, mimin ingin sedikit menjelaskan mengenai contoh pengaplikasian average down untuk keluar dari sebuah saham. 

Kenapa kita keluar dari saham? 
Menimbang dari fenomena naik-turunnya IHSG saat ini dengan dibayangi sentimen perekonomian yang kurang baik terhadap situasi yang sedang terjadi. Alangkah baiknya, mengamankan modal terlebih dahulu saat terjadi rebound. Segala keputusan ada di tangan Sobat Investor sekalian. Namun, apabila ingin keluar dari sebuah saham yang nyangkut, tulisan kali ini mungkin perlu untuk disimak.

Contoh salah satu average down yang berhasil dilakukan mimin adalah average down dari saham WIIM.

Kondisi awal:
Mimin membeli WIIM ketika mencapai angka 139, all time low WIIM pada saat itu 40 lot di harga tersebut.

Saham WIIM sebelum dibeli
Setelah Pembelian:
Saham WIIM ternyata meluncur turun hingga dibawah 100 dan rebound kembali. Pada saat rebound itulah penulis memutuskan untuk average down saham WIIM diangka 96 dengan 2x modal dari pembelian pertama. Average menjadi 108 dan minus ketika itu menjadi -10%

Sebelum average down minus masih -30%. Panduan untuk mengukur berapa banyak modal average down dibutuhkan untuk mengurangi minus hingga ke angka tertentu, bisa dilihat pada tulisan berikut.

Saham Wiim setelah dibeli

Setelah Average Down:
Saham WIIM melanjutkkan kenaikan hingga pernah mencapai angka 120. Kemudian berbalik arah di kisaran 108-110 as per 7 April 2020
Average down untuk lolos dari Saham WIIM
Mudah-mudahan tulisan ini bisa membantu kalian untuk keluar dari bad trade.      

Sunday, April 5, 2020

Menghadapi Tekanan Akibat Floating Loss di Saham

Jika anda sering jatuh dalam sebuah bad trade, apalagi ketika kondisi IHSG seperti quartal pertama tahun 2020 ini, tentu pengalaman yang sangat tidak menyenangkan.

Seperti mimin pernah tulis dalam sebuah posting berikut, ada faktor yang perlu diperhatikan dalam trading di bursa, yakni intermarket. Hal ini disebabkan uang akan lari ke medium yang memiliki return paling tinggi.

Mari kita lihat hubungan antara kurs USD-IDR, IHSG dan juga emas pada grafik berikut:

Grafik inter-market
 
Bisa dilihat pada grafik diatas, bahwa antara valas USD dengan IHSG hampir berbanding terbalik. Pada saat gambar diambil, IHSG minus -21% dan USD plus 21%. Ketika USD naik, IHSG turun. Ini mengindikasikan bahwa IHSG sangat dipengaruhi oleh asing.

Juli 2019 hingga Januari 2020 bisa dilihat bahwa terjadi sideways cukup panjang antara USD dengan IDR artinya disini market berada dalam kondisi antisipasi. Dalam kondisi antisipasi tersebut, investor mulai beralih ke emas sebagai safe haven. Maka dari itu, harga emas melonjak pada saat sideways antara USD dengan IHSG sebagai upaya antisipasif. Dan benar sekali, pada akhirnya, terjadi perubahan yang signifikan setelah sideways cukup panjang dan dimenangkan oleh USD. Artinya, terjadi capital outflow asing yang besar-besaran dari IHSG.

Kita kembali lagi ke dalam inti tulisan kita, bagaimana seandainya saya belum sempat keluar dari IHSG? Artinya, saya masih punya posisi di beberapa saham dan saat ini berada dalam posisi floating loss.

Banyak orang panik dan mungkin juga merasa tertekan melihat kondisi market. Setelah kejatuhan IHSG menuju ke 4000, meskipun saat ini dalam posisi rebound, kondisinya masih belum normal seperti sediakala. Bayangan sentimen negatif terus menerus ada di sepanjang tahun 2020 ini. Hal ini mencegah publik untuk segera masuk ke pasar modal.

Cara pandang sebuah masalah bisa meneguhkan hati kita atau malah meruntuhkannya. Pikiran tidak sadar manusia tidak bisa membedakan mana antara kenangan yang riil ataupun imajinasi pengalaman. Ia bisa menangkap data apapun dan juga sekalian sebagai mesin pemroses. Maka dari itu bagaimana kita memandang sebuah peristiwa akan menentukan bagaimana respon kita terhadap apa yang sedang kita alami.

Hal ini begitu penting sebagai perspektif dan menentukan tindakan kita kedepan. Kita harus memiliki framing terhadap sesuatu sehingga kita tidak banyak bereaksi, namun beraksi. Jika kita telah memikirkan bahwa saham yang kita pilih punya potensi turun, maka kita tidak akan perlu kuatir ketika turun karena plannya sudah ada. Namun, ketika kita tidak punya rencanan saham yang kita miliki akan turun, maka kita akan bereaksi. Dan, sebagaimana umumnya reaksi yang bersifat spontan, jika kita tidak menghadapinya dengan baik, maka segala tindakan kita akan tidak terukur dan malah memperbesar masalah tersebut.

Nah, jika Sobat Investor belum tahu apa yang harus dilakukan terhadap saham yang turun, maka hal pertama yang harus kamu lakukan adalah menjawab pertanyaan kenapa kamu masuk ke dalam saham tersebut. Dari sini kita akan mengenali kekurangan kita dalam trading.

Lantas bagaimana selanjutnya, saya sudah terlanjur loss
Tentu saja harus belajar kembali dari kesalahan yang telah lalu. Sobat investor harus belajar kembali mengenai pasar saham. Menguasai basic dari pasar saham tersebut. Salah satu contoh pertanyaan adalah apakah pergerakan harga saham dipengaruhi oleh supply-demand market atau ada pemain yang bisa mempengaruhi harga sebuah saham? Bagaimanakah kharakteristik pembentukan harga sebuah market?

Jika dasar telah dikuasai, maka Sobat Investor sudah punya gambaran terhadap saham yang saat ini sedang dipegang. Mau terus dipegang, average-down atau cut-loss.

Jadi, kondisi floating loss bisa dijadikan sebagai pelajaran. Apa yang kamu lakukan sesudahnya akan menentukan apakah floating loss ini bisa diubah menjadi floating profit. Segala hal yang terjadi pada diri kita harus kita maksimalkan untuk menyiapkan diri kita lebih baik di masa depan.

Saturday, April 4, 2020

Jangkauan Average Down dalam Trading

Anti cut-loss, penangkap pisau jatuh merupakan sebuah ungkapan populer yang digunakan saat ini. Dimana, para fundamentalis saham memiliki keyakinan bahwa harga sebuah saham yang "salah harga" patut untuk di-hold. Tidak untuk dijual, meskipun memiliki floating loss yang cukup tinggi.

Mereka berkeyakinan bahwa pada saatnya harga sebuah saham akan kembali ke nilai intrinsiknya. Ibarat meskipun floating loss tetapi kita masih bisa mendapatkan deviden yang dapat dijadikan sebagai imbalan untuk waktu tunggu kita hingga pada akhirnya harga saham kembali ke nilai wajarnya.

Nah, sebagaimana diketahui oleh Sobat Investor semuanya, IHSG 2020 telah mengalami penurunan yang cukup dalam. Bayangkan saja, selama kurang lebih tiga bulan. IHSG ambruk dari 6000 ke 4000 atau minus 30%. Dan pada saat ini rebound ke 4600.

Saham yang kita miliki bisa jadi sudah minus antara 30% hingga 50%. Lantas apakah sudah waktunya untuk nambah lot? Apakah kita menunggu saja?

Barangkali, kita berubah pikiran. Pilih average down, memanfaatkan rebound yang bisa jadi cuma sesaat. Dengan tujuan akhir untuk keluar dan jika memang momentum masih bearish kita bisa masuk lagi ketika sudah jenuh jual.

Tulisan ini adalah bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak jumlah uang yang dibutuhkan dalam proses average down sehingga ketika terjadi rebound meskipun dalam waktu short term, kita bisa keluar dalam sebuah bad trade.

General Rule

Aturan dalam trading adalah jangan pernah bertransaksi dengan memakai istilah yang abstrak. Misalkan, saya ingin average down dengan menambahkan 100 lot. Lakukan dalam jumlah uang yang anda miliki, misalkan masuk 1 juta, 5 juta dan sebagainya. Boleh memakai presentase, tapi dalam kepala anda harus gunakan nominal uang ketika bertransaksi.

Jangan pernah bandingkan nominal uang yang anda gunakan untuk bertransaksi dengan total modal yang anda miliki. Bisa jadi uang yang anda gunakan untuk transaksi sangat kecil jika dibandingkan dengan modal yang anda miliki. Masalahnya adalah ketika anda mengira uang yang anda gunakan untuk bertransaksi itu kecil. Akibatnya adalah anda akan keranjingan untuk masuk ke dalam sebuah trade, tanpa menyadari pada akhirnya modal anda sudah habis.

Scenario-1 ==> Average down 30%

Jika Sobat Investor memiliki saham yang sudah down sebanyak 30% dan tengah memiliki titik jenuh jual. Saat yang tepat untuk average down saham tersebut agar bisa keluar dari saham tersebut. Berapa jumlah uang yang saya butuhkan dan estimasi pengurangan minus saya? Berikut adalah grafiknya:

Average down saham minus -30%
Grafik ini dibuat berdasarkan basis dari modal awal yang Sobat Investor miliki dalam sebuah saham. Garis horizontal adalah modal pengali dan vertikal adalah persen minus yang anda miliki.

Cara bacanya, misalkan pada saat ini Saya memiliki saham yang sudah minus -30%, maka jika:
- Average dengan modal sama dengan modal awal beli saham, maka minus menjadi -18%
- Average dengan modal dua kali lipat dari modal awal, maka minus menjadi -11%
- Average dengan modal tiga kali lipat dari modal awal, maka minus menjadi -8%
- Average dengan modal empat kali lipat dari modal awal, maka minus menjadi -6%

Scenario-2 ==> Average down 50%

Ketika kondisi market bearish dan anda memiliki saham yang sudah minus 50%, maka berikut adalah grafik yang perlu anda cermati ketika melakukan average-down.

Average down saham minus -50%
Misalkan pada saat ini Saya memiliki saham yang sudah minus -50%, maka jika:
Average dengan modal sama dengan modal awal beli saham, maka minus menjadi -33%
- Average dengan modal dua kali lipat dari modal awal, maka minus menjadi -20%
Average dengan modal tiga kali lipat dari modal awal, maka minus menjadi -14%
- Average dengan modal empat kali lipat dari modal awal, maka minus menjadi -11%

Nah patokan yang bisa anda gunakan apabila saham anda minus -30% adalah average 2x lipat dari modal awal sehingga minus anda menjadi -11% dan jika sudah -50%, maka average anda harus 3x lipat dari modal awal sehingga minus anda menjadi -14%.

Kenapa demikian? Hal ini dikarenakan grafik average down tersebut bersifat exponensial dan ketika mendekati titik puncaknya akan cenderung mendatar. Misalkan pada grafik pertama. -30%, penambahan average 3x lipat modal awal dibandingkan 4x lipat modal awal cuma menyisakan minus dengan selisih yang amat dekat yakni 2%. Jika ternyata, saham anda yang sudah anda average down, malah terlanjur turun, maka loss yang lebih besar lagi tidak akan bisa anda hindari.

Kita sudah pernah membahas mengenai persen kenaikan dan juga persen penurunan pada tulisan berikut. 50% harga naik tidak sama dengan 50% harga turun. 

Jika anda punya saham dengan harga 1000. 50% penurunan adalah ke angka 500. Tetapi jika dari angka 500, 50% kenaikan adalah di angka 750. Untuk mencapai angka 1000 berarti sudah 100% kenaikan. Artinya, semakin kecil nilai sebuah saham, maka akan semakin sensitif tiap kenaikan maupun penurunan angka dari saham tersebut. Maka, sering kali trader memakai skala logaritmik untuk memberitahukan sinyal ke dalam otak mereka bahwa semakin kecil harga sebuah saham, maka semakin besar persen gain atas fluktuasi harga. Dan, ini harus anda pahami ketika melakukan averaging.

Demikian tulisan kali ini, semoga bermanfaat.    

Wednesday, April 1, 2020

Pengalihan Saham - Transaksi Insider

Pada tulisan lalu, kita sudah membahas mengenai transaksi Repo dan bagaimana sebuah saham harganya hancur setelah dilakukan transaksi Repo tersebut. Silahkan cek kembali melalui tautan berikut.

Pada kesempatan kali ini, kita akan bahas transaksi lain yang dilakukan oleh insider maupun pemegang pengendali dengan fund manager. Transaksi saham sebagaimana diketahui bisa dilakukan dengan banyak cara, baik melalui pembelian reguler maupun non reguler. Tetapi, transaksi saham yang dilakukan oleh insider perusahaan jarang yang melalui pasar reguler karena jumlahnya yang bisa sangat banyak dan bisa mempengaruhi harga pasar. 

Kita ambil contoh saham DNAR. Berdasarkan keterbukaan informasi, kita bisa mengetahui bahwa telah terjadi penjualan saham sebanyak 11 juta lembar pada tanggal 27 Maret 2020. Berikut adalah laporan keterbukaan informasi yang didapat dari situs BEI:

Transaksi DNAR oleh Insider pengendali
Mari kita cek pergerakan sahamnya pada tanggal transaksi tersebut di pasar reguler pada tanggal transaksi seperti yang disebutkan:

Harga saham ketike terjadi transaksi Insider di DNAR
Nah bisa diketahui, bahwa harga yang terbentuk di pasar reguler tidak berubah dari hari sebelumnya alias stagnan. Nah, siapakah pembeli 11 juta saham? 11 juta saham tersebut dijual pada harga dibawah harga pasar, yakni 197 dimana harga pasar pada saat itu adalah pada 270 per lembar saham. Bisa diketahui bahwa transaksi non reguler tidak bergantung harga yang terbentuk di pasaran. 

197 x 11 juta menghasilkan 2 milyar. 2 milyar itu cuma 0.13% saja dari jumlah kepemilikan yang dimiliki insider ini sebelumnya. Bandingkan dengan free float atau jumlah saham yang tiap hari ditransaksikan. DNAR termasuk saham yang kurang liquid. Jika 11 juta saham tersebut jatuh ke dalam fund manager dan digunakan untuk menggoreng saham, bisa dibayangkan berapa besar harga saham yang bisa mereka naikkan. 

Transaksi NEGO di BRPT  

Ini adalah sebuah contoh transaksi Insider dan efek yang ditimbulkan pada harga saham. Transaksi nego BRPT terjadi pada akhir 2018. Berikut adalah screenshoot transaksi nego yang terjadi:

Capture transaksi nego BRPT Desember 2018
Delapan juta lot pada harga 1720 dan terjadi pada 4 Desember 2018. Mari kita lihat grafiknya 

Transaksi nego dan "All time high" di BRPT
Harga pada saat itu adalah 411. Ingat, harga ini sudah disesuaikan dengan stocksplit, maka harga pasar ketika itu adalah 411 x 5 = 2055. Artinya dijual dibawah harga pasar. Namun, lihat apa yang terjadi sesudahnya, BRPT dibuat menanjak hingga mencapai harga 1500, atau hampir empat kali dari harga awal. 

Insider ==> Mr. PP 

Kepemilikan setelah menjual 8 juta lot = 26.38%. Posisi saat ketika mencapai harga tertinggi di 1500 (all time high), yakni pada tanggal 27 Dec 2019 adalah 23.56%. Dia menjual tidak sampai 3%. Selain itu, hartanya meningkat 4 kali lipat akibat dari kenaikan tersebut. Ketika harga turun, dia bisa buy back lagi dari uang hasil saham yang dia jual.

Kita tidak pernah tahu 8 juta lot yang dijual pada Desember 2018 atau sekitar 4,49% dari kepemilikannya saat itu apakah punya kontribusi terhadap kenaikan saham secara signikan. 

====================================================================

Jika kita menengok angka-angka tersebut dalam skala persen cukup kecil, namun jika dalam bentuk saham, sebenarnya begitu besar. Milyaran uang berputar setiap hari dan bagi ritel seperti kita hanyalah seperti buih di dalam lautan yang luas. 

Contoh diatas bisa memberikan kita sebuah gambaran bagaimana pengalihan sebuah saham dan begitu kecilnya modal yang kita sehingga kita tidak memiliki kekuatan apapun di dunia saham. Uang milyaran yang kita miliki jika tanpa memiliki kemampuan yang baik dalam money management, di dunia saham akan bisa habis tak bersisa.

Popular Posts